Senin, Mei 18, 2009

BILA MALAM BERTAMBAH MALAM (BMBM)

Naskah Karangan I Gusti Ngurah Putu Wijaya

ADEGAN 1

BERSAMAAN DENGAN MEMBIASNYA CAHAYA KEREMANGAN MENJELANG MALAM GUSTI BIANG YANG DUDUK MENYULAM DI SERAMBI RUMAHNYA MEMBESARKAN LAMPU TEPLOK DAN MEMPERHATIKAN SULAMANNYA YANG DIDEKATKAN KE LAMPU.
IA MENYULAM LAGI DAN MENGANGKAT MUKA, MEMASANG TELINGA, MENDENGAR SALAK ANJING DAN SUARA ANAK-ANAK BERMAIN. IA BERHENTI MENYULAM, MEMANDANG KEJAUHAN, MERENUNG LALU MEMANDANG KE SEKELILINGNYA, MEMPERHATIKAN HALAMAN RUMAHNYA. IA NAMPAK MENGUAP, MELEPASKAN SULAMANNYA DI PANGKUAN MEMANDANG LURUS KE DEPAN, LALU PELAN-PELAN MENYANDARKAN KEPALANYA. TERTIDUR. TERBANGUN LAGI, MENGUSAP MATA, TAPI MATA ITU SUDAH NGANTUK. IA TERTIDUR LAGI.
NGURAH MUNCUL DI PINTU SEBELAH SELATAN. IA MEMANDANG KE SEKELILING HALAMAN, LALU MATANYA TERTUMPU PADA WAJAH IBUNYA YANG TERTIDUR DI KURSI GOYANG.

NGURAH : (MELETAKKAN KOPER PELAN-PELAN, BERLUTUT, MENCIUM TANGAN IBUNYA DAN BERBISIK) Ibu....
G. BIANG : (BERGERAK PERLAHAN) Siapa itu???
NGURAH : Saya Ngurah, anak ibu. Saya telah datang.
G. BIANG : Ngurah anakku?
NGURAH : Ya. Saya Ngurah. Bangunlah Bu.
G. BIANG : Ngurah. Ngurah! Kenapa kau baru pulang? Sudah lima tahun kau di sana. Kau sudah lupa pada ibumu.

GUNG BIANG MELEPASKAN TANGANNYA PERLAHAN-LAHAN. TIBA-TIBA IA SEPERTI TERINGAT AKAN SESUATU. IA MENJANGKAU LAMPU, DIANGKATNYA TINGGI-TINGGI DAN MENDEKATKAN KE WAJAH NGURAH.
NGURAH : Tidak, Bu. Aku selalu mengingatmu.
G. BIANG : Kau bertambah kurus, apa saja yang kau makan di sana? Mereka rupanya tidak mengurus kau dengan baik.
NGURAH : Saya memang agak kurus, Bu. Tapi bukan karena kurang makan. Saya banyak berpikir.
G. BIANG : (MENUNDUKKAN KEPALA) Apa yang kau pikirkan? Kau kan tidak pernah memikirkan ibumu.
NGURAH : Saya Selalu Memikirkan Ibu.
G. BIANG : Benarkah Ngurah (memandang sekitarnya). Rumah ini sudah bertambah bobrok, karena tidak ada yang mengurusnya. Untung kau tidak membawa perempuan dari sana. Kalau kau juga seperti Ngurah Pernama di Puri Anom, barangkali aku akan cepat mati.
(PAUSE) Kalau hanya perempuan, perawan macam apa pun ada di sini.
Kau tinggal pilih saja ibu akan meminangnya untukmu. Tapi kukira tak ada yang lebih cantik, lebih halus, lebih rajin dari Sagung Rai di seluruh puri-puri di Tabanan ini. Sejak kau tinggalkan, dia bertambah besar dan cantik.
(PAUSE) Datanglah ke sana besok. Belikan dia oleh-oleh.
NGURAH : Ibu, nanti saja kita bicarakan hal itu. Saya memang ingin membicarakannya juga.
G. BIANG : Bagus. Kau tak usah malu-malu lagi, Ngurah.
(PAUSE. MEMANDANG KOPER ANAKNYA)
Apa isi koper itu, Ngurah.
NGURAH : Pakaian-Pakaian Saya, Bu.
G. BIANG : (PAUSE) Kau tidak membeli apa-apa untuk Ibumu ?
NGURAH : Ibu, saya sangat tergesa-gesa. Baju saja hampir saya lupa.
Titipan teman juga terlupakan. Maafkan aku, Bu.
G. BIANG : (KECEWA DAN MEMANDANG KELUAR) Kau selalu lupa pekerjaan-pekerjaan yang seharusnya kau lakukan.
(MEMANDANGI ANAKNYA DAN SUARANYA KERAS) Tapi kau pasti tidak lupa membelikan apa-apa untuk perempuan begundal itu. Kau pasti membelikannya lagi sandal atau bedak atau kain batik. Ya apa tidak!
NGURAH : Ibu, tenanglah.
G. BIANG : Tidak! Kalau kau masih berniat kawin dengan dia, jangan coba-coba memasuki rumah ini.
(PAUSE) Dan.... Kalau kau kawin juga dengan dia, jangan lagi menyebut nama ibu padaku.
NGURAH : Tenanglah Bu. Berikan saya kesempatan menerangkan sedikit.
G. BIANG : Tidak! Jawab dengan singkat! Apakah kau bermaksud kawin dengan dia? Jawab Ngurah.
(PAUSE/ MELIHAT ANAKNYA PANIK) Ngurah, jawab!
NGURAH : (MEMUKUL MEJA DENGAN KERAS) Ya!
(SUARANYA RENDAH) Ya, saya akan mengawininya.
G. BIANG : (SUARANYA RENDAH) Ngurah, kau sudah diguna-gunainya.
NGURAH : Kami saling mencintai, Bu.
G. BIANG : Cinta? Ibu dan ayahmu kawin tanpa cinta. Aku tidak peduli dan tidak mengenal cinta. Apa itu cinta? Yang ada adalah kewajiban untuk menghormati martabat leluhur yang telah menurunkan kau. Menurunkan kita semua di sini.
(PAUSE)
Kau tidak boleh kawin dengan dia. Betapapun kau menghendakinya. Aku telah menyediakan orang yang patut untukmu. Jangan membuatku malu. Ibu telah menjodohkan kau sejak kecil dengan Sagung Rai.
NGURAH : Sagung Rai? Tidak, Bu.
G. BIANG : Ya, apa kurangnya Sagung Rai dibandingkan dengan perempuan desa itu?
NGURAH : Siapa yang menjadikan Sagung Rai itu lebih pantas dari Nyoman untuk menjadi istri saya? Karena derajat? Saya tidak pernah merasa diri saya lebih tinggi dari orang lain. Kalau toh saya kebetulan dilahirkan di puri dengan martabat sebagai bangsawan, itu cuma menyebabkan saya harus berhati-hati. Saya harus pintar berkelakuan baik agar bisa menjadi teladan orang banyak, sebab pandangan mereka tertuju pada kita. Tidak ada yang lain. Omong kosong semuanya.
(PAUSE)
Ibu, saya sebenarnya pulang untuk meminta restu dari ibu. Tapi, karena ibu menolaknya, hanya karena soal kasta ibu tidak pernah melihat bagaimana cara berpikir orang-orang sekarang ini. Saya akan kawin dengan Nyoman untuk membuktikan bahwa sekarang ini, soal kebangsawanan jangan dibesar-besarkan lagi sehingga menghancurkan niat suci orang muda. Ibu harus menyesuaikan diri dengan zaman. Kalau tidak…. Ibu akan ditinggalkan oleh orang. Dan masyarakat akan menertawakan ibu.

MEREKA BERPANDANGAN SEBENTAR, LALU G. BIANG BERGERAK MENGAMBIL LAMPU TEPLOK DI ATAS MEJA DAN BERPALING AKAN MASUK KE DALAM. NGURAH MENCOBA MENGEJARNYA KETIKA G. BIANG MENDEKATI PINTU, NGURAH BERKATA.
NGURAH : Ibu….
G. BIANG : Tinggalkan aku anak durhaka. Pergilah memeluk kaki perempuan itu. Aku tak mau mendengarmu lagi. Tetapi ingat, leluhur akan mengutukmu, kau akan ketulahan. Ingatlah.
NGURAH : Ibu, ini tak bisa diselesaikan begini saja. Panggillah Nyoman dan Wayan. Mari kita bicarakan dengan tenang.
G. BIANG : Tidak. Sudah kuusir leak-leak itu. Aku tak mau memandang kedekilannya.
NGURAH : Diusir? Nyoman telah diusir?
G. BIANG : Ya. Leak itu telah pergi dari rumahku ini. Dan setan tua itu akan pergi juga. Ia tak akan mengganggu aku lagi. Kalau kau mau mengikutinya, terserahlah. Aku akan mempertahankan kehormatanku, kehormatan suamiku, kehormatan Sagung Rai, dan kehormatan leluhur-leluhur puri ini.
(GUSTI BIANG MELANGKAH KELUAR)

ADEGAN 2

SETELAH GUSTI BIANG KELUAR, PELAN-PELAN NGURAH BERJALAN MENUJU KURSI GOYANG IBUNYA, MAJU MENDEKATI KURSI ITU DAN MENGELUSNYA, MENUNDUK, MENGANGKAT MUKA KE ARAH IBUNYA YANG TADI MASUK.
WAYAN TUA MASUK MENJINJING KOPER TUA DAN MEMEGANG BEDIL TUA.
WAYAN : Ngurah. Ngurah!
NGURAH : Bapak Wayan? Ya, saya sudah datang, Bapak.
WAYAN : Tepat sekali. Tepat sekali. Ratu Ngurah datang.
NGURAH : Apa kabar Bapak?
WAYAN : Buruk, Ratu Ngurah. Buruk sekali.
NGURAH : Kenapa Bapak Wayan?
WAYAN : Nyoman telah pergi.
NGURAH : Nyoman telah pergi? Kemana?

WAYAN MELANGKAH KELUAR DAN NGURAH MEMANDANG KE ARAH WAYAN.
WAYAN : Baru saja ia pergi, saya telah berusaha mencegahnya. Saya mau menyusulnya sekarang.
NGURAH : Kenapa dia pergi, Pak?
WAYAN : Ratu Ngurah tahu sendiri, sudah lama G. Biang tidak cocok dengan Nyoman. Saya sudah berusaha untuk mendamaikannya, tetapi tidak bisa. Sudah lama Nyoman ingin minggat dari sini, tetapi masih dapat saya cegat.
(PAUSE)
Tapi tadi, tiba-tiba saja dia pergi.
(PAUSE)
Tetapi memang salah saya juga, Ratu Ngurah.
NGURAH : Sudahlah, Pak, jangan menyesali diri. Walau memang begitu biarlah dulu. Semuanya akan kita selesaikan. Saya juga baru bertengkar dengan Ibu. Duduklah Pak. Bapak jangan ikut pergi, apapun yang terjadi. Maafkanlah ibu, ia tidak tahu apa yang dilakukannya. Mari coba kita rundingkan.
(PAUSE)

NGURAH MENGATAKAN KATA-KATA TERAKHIRNYA PADA ADEGAN DUA
LALU TERMENUNG LAGI. IA MENCOBA MENGANGKAT MUKA INGIN MELIHAT REAKSI WAYAN TERHADAP KATA-KATANYA. TETAPI PADA SAAT ITU MUNCUL G. BIANG MEMBAWA LAMPU TEPLOK DARI DALAM. BEGITU G. BIANG MELIHAT WAYAN, IA NAIK PITAM, MARAHNYA NAIK DAN BERTERIAK, SAMBIL MENGANGKAT TONGKAT GADINGNYA DAN MENUDING KE ARAH WAYAN.
G. BIANG : Tinggalkan rumah ini sekarang juga.

NGURAH TERSENTAK DAN MELIHAT KE ARAH IBUNYA, DAN WAYAN MEMEGANG ERAT BEDILNYA DAN PELAN-PELAN MENGANGKAT KOPERNYA.
WAYAN : Baik. Saya telah berusaha dengan baik-baik, tetapi tidak berhasil.
Aku pergi sekarang.
G. BIANG : Ya, pergilah leak. Jangan mengotori rumah suamiku.

WAYAN MELANGKAH UNTUK KELUAR TAPI NGURAH MEMBURUNYA.
NGURAH : Bapak. Kenapa bapak biarkan semua ini terjadi ?Apa Bapak tinggalkan semua begini saja? Ingat, saya Ngurah, Bapak.
G. BIANG : Dia hantu. Biar ditinggalkannya rumah ini.
WAYAN : Ya, saya memang hantu.
(MEMANDANG KE SEKELILING RUMAH DAN HALAMAN)
Seperempat abad saya mengabdi di rumah ini karena cinta. Sekarang saya pergi sebab tidak bisa lagi bergaul dengan keadaan yang buruk ini. Bapak pergi, Ratu Ngurah. (MELANGKAH PERGI)

G. BIANG MENGANGKAT LAMPU TEPLOK TINGGI-TINGGI MENERANGI WAYAN TUA YANG PELAN-PELAN MELANGKAHKAN KAKINYA.
G. BIANG : Nanti dulu. Apa yang kau bawa itu? Kau tak boleh mencuri barang-barangku.

WAYAN MENGANGKAT BEDIL YANG DIPEGANGNYA.
G. BIANG : Bedil? Bedil siapa itu.
WAYAN : Pak Rajawali punya bedil ketika revolusi. Bedil ini telah banyak membunuh pengkhianat.
G. BIANG : Bedil itu kepunyaanku.
WAYAN : Kepunyaan Gung Biang? Sayalah yang punya bedil ini.
G. BIANG : Ngurah, ambil bedil itu. Ia mau mencurinya. Bedil itu kusimpan di kamar ayahmu.
WAYAN : Ini bedil saya.
G. BIANG : Setan. Kau tidak saja menghasut anakku, tetapi juga mencuri hartaku. Ambil bedil itu, Ngurah. Bedil itu kepunyaanku.

NGURAH MENDEKATI WAYAN MENGAMBIL BEDIL ITU, TAPI WAYAN MUNDUR BEBERAPA LANGKAH SAMBIL TERBATA-BATA DAN RAGU-RAGU.
NGURAH : Coba saya lihat, Bapak. Bedil itu agak aneh tampaknya.
]WAYAN : Bedil ini kepunyaan saya.
NGURAH : Benar, tapi saya cuma ingin melihatnya.

WAYAN MENYERAHKAN BEDIL ITU, NGURAH MENGAMBIL DENGAN CERMAT.
NGURAH : Bedil ini serupa benar dengan bedil di kamar ayah.
G. BIANG : Benar. Dia pasti telah mencurinya.
NGURAH : Ibu, masih ingatkah ibu, di mana peluru itu?
G. BIANG : Tentu. Aku pasti menggantungnya di leher sebagai jimat.

G. BIANG MERABA LEHER DAN MEMPERLIHATKAN SEBUAH PELURU BERKALUNG DI LEHERNYA DENGAN RANTAI EMAS.
NGURAH : Coba lihat, ibu.

G. BIANG MELETAKKAN LAMPU DI MEJA DAN MEMPERLIHATKAN ANAKNYA KALUNG YANG BERUPA PELURU. NGURAH MENIMANG-NIMANG PELURU ITU SETELAH DIBERIKAN IBUNYA, SEMENTARA WAYAN TERDIAM MELIHAT KEDUA ORANG DI DEPANNYA ITU.
NGURAH : Peluru inilah yang telah membunuh ayah. Dokter Belanda itu membedah mayat ayah dan menyerahkan peluru ini pada ibu. Ibu menyimpannya sebagai kenang-kenangan terakhir pada ayah. Kemudian atas permintaan ibu, dokter itu juga memberikan senjata yang telah dipergunakan untuk menembakkan peluru ini. Inilah senjata yang telah menembakkan peluru ini.
G. BIANG : Benar. Senjata inilah laknat yang telah membunuh ayahmu. Ngurah, Ngurah yang malang. Kau tak sempat mengenal ayahmu. NICA jahanam itu telah menembaknya.
WAYAN : Tidak, G. Biang. Saya kira tidak. NICA-NICA tidak mempunyai bedil seperti itu.
G. BIANG : Tidak.

WAYAN BERBALIK MEMANDANGI KEPADA GUNG BIANG DAN NGURAH.
WAYAN : Ya, bedil itu hanya dipunyai oleh kaum gerilya.
G. BIANG : Tidak, tidak. Kau bedebah. Dia ditembak oleh NICA.
Suamiku seorang pahlawan. Pahlawan sejati.
WAYAN : (TERTAWA SINIS) Semua pahlawan mati ditembak NICA.
Tetapi dia tidak. Dia, I Gusti Ngurah Ketut Mantri bukanlah seorang pahlawan. Ia mati ditembak gerilya sebagai pengkhianat.
G. BIANG : Dengar, Ngurah. Dia telah menghina ayahmu. Usir dia dari rumah ini. Tembak dia sampai mati.

BEGITU SELESAI MENGUCAPKAN KATA-KATA IA MENGANGKAT TONGKATNYA DAN MAU MENYERANG WAYAN, TETAPI SEGERA DITAHAN WAYAN.
(PAUSE)
NGURAH :Kenapa Bapak bilang ayah saya pengkhianat?
Kenapa, Bapak Wayan membeo kata-kata yang iri hati.
Alangkah piciknya, kalau Bapak yang telah bertahun-tahun di sini, ikut merusak nama keluarga kami. Kenapa, Bapak?
(PAUSE)
WAYAN : Saya tahu semuanya, Ratu Ngurah. Sebab saya telah mendampinginya setiap saat dulu. Sejak kecil saya sepermainan dengan dia, ya, seperti Ngurah dengan Nyoman.
(MEMANDANG NGURAH) Dan saya tidak buta huruf seperti yang disangkanya. Saya bisa membaca dokumen-dokumen dan surat-surat rahasia yang ada di meja kerjanya, tahukah Ratu Ngurah siapa yang membocorkan gerakan Ciung Wanara di Marga dulu? NICA-NICA itu telah mengepung Ciung Wanara yang dipimpin oleh Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai, menghujani dengan peluru dari berbagai penjuru, bahkan dibom dari udara, sehingga kawan-kawan hampir semuanya mati.
(SUARA LANTANG DAN MENUNJUK NGURAH)
Dalam Perang Puputan itu kita telah kehilangan Kapten Sugianyar, kawan-kawan saya yang paling baik, bahkan kehilangan Letkol Ngurah Rai sendiri.
(PAUSE)
Dialah, I Gusti Ketut Ngurah Mantri yang telah berkhianat.
(PAUSE)
Dialah yang telah melaporkan gerakan itu semua kepada NICA. Desa Marga menjadi saksi semua itu. Hanya karena beliau dilahirkan sebagai putra bangsawan yang berpengaruh dan dihormati karena jasa-jasa leluhur, dosa beliau terhadap Pak Rai, terhadap semua korban Puputan itu seperti dilupakan.
(PAUSE)
Tetapi saya sendiri, tidak pernah melupakannya.
G. BIANG : Tidak! Itu tidak benar. Suamiku seorang pahlawan.
Ngurah, usir bedebah itu dari rumah kita.
NGURAH : Saya tidak percaya! Bapak telah menghina keluargaku.
WAYAN : Bukan menghina, Ratu Ngurah. Bukan hanya beliau seorang, banyak pengkhianat di bumi ini yang dianggap oleh beberapa orang sebagai pahlawan, seperti juga banyak pahlawan yang benar-benar telah membuat kepahlawanan dilupakan orang.

WAYAN TERTAWA SINIS MENDENGAR SEMUA PEMBICARAAN NGURAH.
G. BIANG : Pergi!!!
WAYAN : Baik, aku pergi. Berikan bedil itu, Ratu Ngurah.
NGURAH : Tidak! Itu bedilku. Kau telah mencurinya. Sudah beberapa tahun ini hilang. Pantas saja, kau telah mencurinya.
WAYAN : Berikan bedil itu, Ratu Ngurah.
NGURAH : Coba buktikan, buktikan ayah saya seorang pengkhianat. Berikan bukti nyata, jangan hanya prasangka yang tidak beralasan.
WAYAN : Berikan bedil itu, Ratu Ngurah.
NGURAH : Bapak pura-pura tahu segalanya, tetapi tak punya bukti. Melihat yang busuk. Coba kalau memang tahu semuanya, katakan siapa yang telah menembaknya. Siapa????
WAYAN : Saya selalu mendampinginya. Sayalah yang dekat dengan dia. Dan…. Saya seorang gerilya.
NGURAH : Siapa????
(PAUSE)

WAYAN MELANGKAH KE ARAH NGURAH YANG SUDAH HAMPIR TIDAK STABIL PIKIRANNYA, LALU WAYAN MENGAMBIL BEDIL YANG DIPEGANG NGURAH, NGURAH HANYA MELIHAT SAJA DENGAN TENANG SEPERTI MENUNGGU SUATU LEDAKAN.
WAYAN : Aku telah sengaja melupakannya. Belanda-Belanda itu memungutnya, tetapi tak tahu siapa yang telah menembakkannya. Sayalah yang menembaknya!!!
NGURAH : Bapak?!
G. BIANG : Tidak, tidak!

GUNG BIANG MAU MELEMPAR WAYAN DENGAN TONGKATNYA BEGITU HABIS BERKATA, TAPI WAYAN MENGHAMPIRINYA DAN MERAMPAS TONGKATNYA SERTA MENDUDUKKANNYA.
WAYAN : Diam! Diam!
(PAUSE)
Sudah waktunya aku menerangkan semuanya ini sekarang. Dia sudah cukup besar untuk mengetahuinya. Ngurah! Ngurah boleh saja membelanya karena menyangka dia ayah Ngurah yang sejati. Tapi, kalau kau sudah tahu yang sebenarnya, kau akan malu untuk menganggap dia sebagai ayahmu. Tetapi bagaimanapun, ia bukan seorang pejuang! Dia seorang penjilat. Musuh gerilya. Dan juga pengkhianat keluarganya. Dia bukan seorang lelaki yang jantan.
dan…. Dia seorang impoten. Memang dia memiliki lima belas orang istri, tapi itu hanya untuk menutupi ketidakmampuannya, menutupi kemandulannya. Kalau dia memang harus melakukan tugasnya sebagai seorang suami, sayalah yang sebagian besar melakukannya. Tapi itu semua telah menjadi rahasia sampai, sampai, ….kau lahir dan kau menganggap dia sebagai ayahmu yang sebenarnya.
(PAUSE)
Tapi coba tanyakan pada ibumu, siapa sebenarnya ayah Ngurah yang sejati.

NGURAH MENDENGAR UCAPAN WAYAN SEPERTI DALAM MIMPI, DIA MENGHAMPIRI IBUNYA DAN GUNG BIANG TERISAK TAK BISA BICARA SEPATAH KATA PUN.
WAYAN : Dia berpura-pura saja tidak tahu siapa lelaki yang selalu tidur dengan dia. Sebab sesungguhnya kami saling mencintai sejak kecil sampai tua bangka seperti ini. Ya, hanya kesombongannya terhadap martabat kebangsawanannya menyebabkan dia menolak aku. Lalu dia kawin dengan seorang bangsawan, pengkhianat itu, semata-mata soal kasta. Dia meninggalkan aku yang tetap mengharapkannya. Aku bisa ditinggalkannya, tapi cinta itu semakin lama semakin mendalam dan berkobar.
NGURAH : Betulkah semua itu?
WAYAN : Tanyakan sendiri kepadanya.
NGURAH : Betulkah semua itu, Bu??

IBUNYA TIDAK BISA MENJAWAB HANYA BISA MENANGIS TERISAK-ISAK.
WAYAN : Saya menghamba di sini karena cinta padanya. Seperti cinta Ngurah pada Nyoman. Aku tidak pernah kawin. Ngurah! Kau tidak boleh kehilangan masa muda seperti Bapak hanya karena perbedaan kasta. Kejarlah perempuan itu, jangan-jangan dia mendapat halangan di jalan. Dia pasti tidak akan berani pulang malam-malam begini, mungkin ia bermalam di Dauh Pala, di rumah temannya. Bapak akan mengurus ibumu. Pergilah cepat. Kejar dia sebelum terlambat.

ADEGAN 3

DIPEKARANGAN RUMAH MADE, DUDUKLAH NYOMAN DAN TEMAN-TEMANNYA. NYOMAN TERLIHAT SANGAT SEDIH DAN MENANGIS TERISAK-ISAK, BEBERAPA SAAT KEMUDIAN DATANGLAH NGURAH.
NGURAH : Nyoman……Akhirnya aku dapat menemukanmu juga.
NYOMAN : Ngurah….Kau….(TERSENTAK)
NGURAH : Ya!! Aku telah mencarimu kemana-mana. Aku ingin mengajakmu pulang. Aku akan mengawinimu.
NYOMAN : Benarkah itu Ngurah? Tapi, bagaimana dengan Gung Biang? Gung Biang sangat membenciku. Dia tidak akan mungkin merestui kita.
TEMAN 1 : Ya, Ngurah, dari pada kau hanya membuat Nyoman sakit, lebih baik kau turuti saja kemauan biangmu itu.
TEMAN II : Bukankah kau juga sudah di jodohkan dengan Sagung Rai?
NGURAH : Tapi bagaimana pun aku tetap mencintaimu Nyoman aku tidak mencintai Sagung Rai.
(MENATAP NYOMAN) Nyoman….aku akan mengawinimu dan kita akan menghadapi itu bersama-sama, kau mau ikut pulang denganku bukan?
NYOMAN : Ya…aku akan ikut denganmu. Putu, Made terima kasih atas semuanya. Sekarang aku akan pulang, doakan kami ya…
TEMAN 1DAN II : Ya.. Nyoman kami pasti akan mendoakanmu. Semoga kau bahagia.

(NGURAH PULANG BERSAMA NYOMAN, IA MEMBAWA NYOMAN KE RUMAHNYA)


ADEGAN 4

GUNG BIANG MASIH TERLIHAT BERSEDIH DAN MENGENANG KEJADIAN KEMARIN. G. BIANG DUDUK DI KURSI GOYANGNYA. BEBERAPA SAAT KEMUDIAN, SAGUNG RAI DATANG.
SAGUNG RAI : Om, suastiasu. Biang, ini saya bawakan sedikit kue dari memek.
G. BIANG : Terima kasih, Sagung.
SAGUNG RAI : Saya dengar bli Ngurah datang.
G. BIANG : Ya, Ngurah sudah datang, tapi dia sedang keluar. Tunggu saja sebentar lagi ia pasti pulang.
SAGUNG RAI : Maaf, Biang. Saya disuruh cepat pulang oleh Memek. Mungkin lain kali saya ke sini lagi.
G. BIANG : Baiklah, Nak. Sering-seringlah main kemari, ya Nak.
SAGUNG RAI : Ya, Gung Biang. Saya pulang dulu. Om Suastiastu.
NGURAH : (MENDEKATI IBUNYA) Bu….
G. BIANG : Anakku, kau sudah pulang rupanya…. Kau ke mana saja Nak? Baru saja Sagung Rai datang mencarimu. Dia membawakan makanan ini buatmu.
NGURAH : Aku.... Aku.... Aku membawa seseorang untuk ibu….
G. BIANG : Siapa anakku?
NGURAH : (NGURAH LALU KELUAR, KEMUDIAN MENGGANDENG NYOMAN) Ini dia, Bu….
G. BIANG : Apa!!! Apa maksudmu, Ngurah!!!
NGURAH : Aku akan mengawininya Bu….
G. BIANG : Kau! Jadi kau lebih memilih Nyoman dari pada wanita pilihan ibu?
NGURAH : Aku tidak mencintai Sagung Rai, Bu. Aku mencintai Nyoman. Dia adalah pilihanku. Aku harap ibu mengerti.
WAYAN : (MASUK) Gung Biang…. Bukannya Gung yang lebih paham tentang cinta, tentang kesetiaan. Bukannya Gung telah mencerminkan itu pada suami Gung yang selalu Gung hormati dan Gung junjung sebagai pahlawan. Dan apa sekarang Gung tidak mau mengerti perasaan anak Gung sendiri?
G. BIANG : (TERSENTAK MENDENGAR KATA-KATA NYOMAN. LALU, IA MENANGIS TERJATUH DI KURSI GOYANG)
Baik.... Ngurah, ibu merestui kalian. Maafkan ibu, Ngurah.
NGURAH : Ibu…. Ibu benar-benar bukan. Ibu merestui kami??
G. BIANG : (BERDIRI) Ya, Nak. Aku merestuimu. Menikahlah dengan Nyoman.
NGURAH : (NGURAH MEMELUK KAKI IBUNYA) Terima kasih ibu. maafkan Ngurah juga, Bu.
(NGURAH DAN NYOMAN MEMELUK KAKI BIANG. KEMUDIAN NGURAH MENGGANDENG NYOMAN MASUK).

G. BIANG DAN WAYAN KEMBALI TERINGAT MASA MUDA MEREKA. KEDUANYA SALING BERPANDANGAN DAN SEKARANG KEDUANYA TERINGAT KEMBALI. AIR MATA CINTA MEREKA YANG TAK PERNAH SAMPAI TERTEKAN SELAMA HIDUP. GUNG BIANG TERTUNDUK. MALU MENYERANGNYA KEMBALI SEDANGKAN WAYAN MENGUSAP AIR MATANYA. BAGIAN SEPASANG MANUSIA ITU KINI BARU DAPAT MERASAKAN CINTA MASING-MASING SAAT USIA MEREKA MENJELANG SENJA.

Ditulis Ulang Oleh Ardian dengan pemenggalan seperlunya.

Comments :

0 komentar to “BILA MALAM BERTAMBAH MALAM (BMBM)”

Posting Komentar

 

Daftar Blog Saya

Mengenai Saya

Foto Saya
Muh. Ardian Kurniawan
adalah seorang manusia yang lahir dari seorang ibu yang sangat saya cintai. Tinggal di Kampung Melayu Tengah-Apenan-Lombok
Lihat profil lengkapku

Followers

Copyright © 2009 by ...................................................................................................
Themes : Magazine Style by Blogger Magazine