Rabu, Maret 11, 2009

Kampung seni

Oleh: Muh. Ardian Kurniawan

Di sini rumah kami. Buka-bukaan dengan berani, bukan vulgar tapi. Kau lihat kawan kami yang menari-nari itu? Jangan asal mengangguk! Ia sedang melakukan meditasi. Untuk pentas hari ini.
Ini rumah kami. Jauh dari politik dan sambal asal ceplos. Tapi kami kasih juga ia lauk kritik pedas.
Lihat kawan kami menangis sendiri-sendiri. Bukan ditagih utang tapi. Ia hanya latihan peran untuk teman kami yang kalah cepat dapat jatah raskin kemarin.
Di pohon itu. Banyak orang manjat-manjat. Mereka bukan monyet. Mereka hanya mau bilang kalau pembesar-pembesar negara kita mirip seperti tingkah mereka.
Kami tinggal di kampung seni. Rumah kami selalu asri. Jangan jamah tempat kami. Di sini tidak ada tempat korupsi karena lauk kami hanya puisi. Pekerjaan kami hanya menari dan sedikit bertingkah gila. Sebutir pun kalian tampak tak ada apa-apa.
kawasan seni.
Janganlah bunuh kami.
Kami hanya main dengan kata-kata saja.
Kami hanya wakil mereka teman kami yang jelata
Kami hanya suara alam-alam yang menangis memanggil berteriak untuk sedikit saja peduli pada mereka ciptaan Tuhan!
Jangan kejar kami dengan peluru. Kami hanya puing-puing dari aspirasi yang tak terjamahi.
Setelah kampung kami buat dengan peluh dari tulang-belulang jasad-jasad pendahulu kami. Yang membelah darah dalam aorta. Yang merasakan timah yang garang. Yang bela kami punya bangsa. Lewat kata dan suaranya, juga tindakannya.
Kami ingin seperti kami teman-teman kami yang jelata itu. Menari, teriak, manjat, seperti orang yang kalian bilang gila itu. Tapi hati kami jadi tentram lagi.
Seperti awan dalam dekapan langit.

Mar-09
Cerita kampung seni merupakan deskripsi anak-anak bangsa yang terus berusaha memberontak kepongahan dunia bangsa kita yang terus saja bobrok. Ia tidak bisa berdemo dengan teman-teman lain, turun ke jalan, bersitegang urat leher dan urat tangan dengan para “preman” berkostum. Ia hanya berdemo dengan media mereka, yaitu lauk mereka itu: puisi, cerita-cerita, teaterika, dan sambal-sambalnya. Berkata melalui estetika.

Dan bila sesuatu itu tidak enak didengar oleh mereka-mereka yang merasa itu, maka hasil karya, jerih payah mereka itu hanya akan menjadi pembungkus barang dagangan pedagang-pedagang yang mereka bela.

Kampung seni. Saya sangat tertarik dengan kata ini. Sangat dalam ia mengambil pikiran saya. Tetapi, biar ia sendiri yang menjelajahi drinya. Dan kita tidak bisa mencampuri itu karena apabila kita masuk, akan rusak arti yang ingin ditancapkan oleh kata kampung seni itu sendiri. Sehingga arti yang sebenar-benarnya akan muncul dalam perkembangannya kelak.

Kampung seni seperti seorang bijak yang dipenjara. Nasihat-nasihatnya yang ingin ia sampaikan tidak bisa tersalurkan karena terkurung. Walaupun demikian, bila ia berpapasan dengan seorang yang mengerti dengan apa yang diinginkan oleh dirinya itu, maka hal lain akan terjadi pula, yaitu sejenis ikatan yang dalam dan bisa jadi tak terlepaskan.

Kampung seni, kapankah ada sebuah kampung seperti itu?

11/03/2009

Comments :

0 komentar to “Kampung seni”

Posting Komentar

 

Daftar Blog Saya

Mengenai Saya

Foto Saya
Muh. Ardian Kurniawan
adalah seorang manusia yang lahir dari seorang ibu yang sangat saya cintai. Tinggal di Kampung Melayu Tengah-Apenan-Lombok
Lihat profil lengkapku

Followers

Copyright © 2009 by ...................................................................................................
Themes : Magazine Style by Blogger Magazine