Kamis, Maret 26, 2009

Pentas Aksi Mahasiswa Bastrindo FKIP Unram: Laporan singkat

Oleh: Muh. Ardian Kurniawan


Alifbata kebodohan.
Kebisuan.
Kepalsuan.
Kemunafikan.
Penipuan.
Penindasan.
aku telah mengkhatammu hari ini.
Di hadapan mereka,
yang mengobralmu!

(kutipan puisi “Belajar Mengaji”, Ardian)



Pagi itu, 6 Maret 2009 sekitar pukul 09.00, di depan gedung A, tiga orang lelaki bertelanjang dada dan bercelana jeans panjang dengan pandangan kosong. Mereka dengan langkah terseok-seok masuk ke gedung tersebut. Salah seorang di antaranya menggumamkan kata-kata yang kedengaran kurang jelas, sementara lainnya mengikuti mengulang kata-kata tersebut. “Batu mawar… batu langit… batu bisu… kaukah itu… teka-teki… yang tak menepati janji!” begitulah samar kata-kata itu masuk halus menembus dinding telinga.
Di belakangnya, berdiri juga seorang lelaki bertelanjang dada terikat memanggul sebatang kayu cukup berat. Langkah kakinya juga berat seperti telah melakukan perjalanan jauh. Sesekali terdengar teriakan dari lelaki ini karena dipecut cemeti yang dibawa oleh dua orang berpakaian serba hitam yang berada di kiri dan kanannya. Sementara satu orang lagi wanita dengan pakaian hitam hingga ke jilbab mengalunkan senandung nyinyir. Iringi-iringan ini terus melangkah melewati gedung A menuju gedung B. Tanpa alas kaki.
Suasana belum ramai waktu itu. Orang-orang yang melihat iring-iringan ini hanya memandang heran dan saling bertanya ada apa? Pertanyaan itu masih tersimpan di mulut mereka.
Ketika iring-iringan baru mencapai jalan antara gedung A dan gedung B, gumaman yang tadi terdengar samar sekarang berubah menjadi teriakan-teriakan yang jelas. “Kaukah itu... teka-teki yang tak menepati janji” terus diulang-ulang. Tetapi dengan perkataan yang semakin keras dan tinggi.
Seolah sedang menyenandungkan masnawi Rummi, mereka kerasukan dan memukul-mukul dinding mading di gedung B. Mereka berhasil menyedot perhatian semua pihak.
Suara itu membuat ribut. Beberapa kelas yang berkuliah menghentikan kuliah mereka menganggap ada terjadi keributan. Sementara yang tidak memiliki aktivitas penting mengonsumsi pertunjukan itu sebagai sarapan mereka.
Tiba-tiba saja, semua mata mahasiswa yang berada di sekitar iring-iringan itu mengarah ke arah mereka. Seperti ada magnet khusus pada orang-orang itu.
Dikerubungi oleh banyak orang bukan membuat mereka takut atau menghindar, mereka menjadi semakin keranjingan dan berlari ke arah ruang dosen Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris dan sisanya naik ke lantai dua gedung B. Mereka membacakan puisi!
Puisi-puisi ini adalah pesan tersirat yang ingin mereka komunikasikan dengan penonton. Namun, ternyata tidak cukup hanya dengan puisi. Mereka berteatrikal. Mengkritik program studi mereka (Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah).
Beberapa permasalahan yang masuk dalam kritik berujud seni itu adalah: dosen malas, nilai pada KHS yang keluar secara manipulatif, ruang kuliah yang tidak layak untuk kegiatan belajar mengajar, dan kurikulum yang amburadul.
Setelahnya mereka lalu mengusung salah seorang teman mereka yang tersalib kayu keluar dari ruang lokasi.

Pertunjukan itu adalah rangkaian simbol-simbol. Mahasiswa yang tersalib kayu adalah simbol mahasiswa yang terkekang dan tidak bisa menyuarakan apa pun. Mereka adalah gambaran mahasiswa selama ini yang tidak berani melaporkan dosennya yang sudah keluar jalur. Kemudian usungan orang yang tersalib tersebut adalah perlambangan bahwa suara yang dikeluarkan mahasiswa baik berupa masukan saran atau kritik kepada pejabat kampus FKIP Unram khususnya program studi Bahasa Indonesia, tidak pernah dihiraukan.
Tetapi, dengan adanya pertunjukan ini, semua itu harus dihentikan. Jangan lagi ada mahasiswa yang menutup-nutupi. Jangan hendak jadi epigon sang dosen.Semua kegiatan ini adalah mimesis yang jika ditelusuri patut menjadi acuan refleksi pejabat di FKIP Unram bahwa kampus ini benar-benar perlu dirombak sistem pengajarannya, juga kurikulumnya. Terutama sekali adalah kualitas beberapa dosen yang masih mengandalkan cara mengajar zaman baheulak.
Lalu, mengapa melalui pertunjukan? Karena mereka yakin bahwa dengan kekerasan itu tidak baik, sedangkan dengan bicara melalui dialog sudah tidak ada gunanya lagi. Suara mereka tidak pernah digubris.
“Kini, yang ditegur adalah pemilik iman yang paling lemah. Dosen-dosen dan pejabat kampus itu memiliki hati dan iman yang lemah. Karena yang ditegur begitu halusnya, sehingga tidak layak tangan dan lisan berbuat sesuatu, tetapi biarlah hati mereka saja yang menerima teguran itu. Jika tidak bisa, kami ikut berkabung atas hal tersebut,” ucap salah seorang mahasiswa ketika kami berbincang-bincang usai kegiatan tersebut.
Kemudian pertunjukan seni ini dilanjutkan dengan dialog terbuka antara mahasiswa HMPS Bastrindo dengan Kepala Jurusan dan Kepala Program studi mereka. Di sinilah bermuara gabungan harapan dan janji-janji.
Satu insiden yang paling menarik adalah ketika ada salah seorang dosen Bahasa, sastra Indonesia, dan Daerah berinisial ME mengatai salah seorang mahasiswa dengan perkataan Setan! Ia keberatan dengan kritikan yang ditujukan padanya. Mungkin saja, ia adalah salah satu orang yang termasuk kriteria dalam kritikan tersebut. Tetapi, secara hukum, berdasarkan UU tentang guru dan dosen, berkata tidak sopan apalagi kapasitasnya adalah sebagai dosen pada waktu itu bukanlah hal yang patut dibenarkan. Hal ini perlu ditindaklanjuti oleh pejabat terkait. Akan bagaimana FKIP Unram kalau dihuni oleh dosen pemilik lidah kotor seperti itu?
Patut menjadi renungan kita semua kata-kata Soe Hok Gie (aktivis mahasiswa angkatan ’66 yang menjadi dosen UI setelah kelulusannya) bahwa guru yang tidak tahan kritik layak masuk keranjang sampah.
Dekan FKIP atau Rektor Universitas Mataram mempunyai PR untuk menegur dosen yang kurang sopan tersebut.

Comments :

0 komentar to “Pentas Aksi Mahasiswa Bastrindo FKIP Unram: Laporan singkat”

Posting Komentar

 

Daftar Blog Saya

Mengenai Saya

Foto Saya
Muh. Ardian Kurniawan
adalah seorang manusia yang lahir dari seorang ibu yang sangat saya cintai. Tinggal di Kampung Melayu Tengah-Apenan-Lombok
Lihat profil lengkapku

Followers

Copyright © 2009 by ...................................................................................................
Themes : Magazine Style by Blogger Magazine